MPR Goes to Campus Kumpulkan Pendapat Ahli dan Masyarakat Terkait GBHN

Dublin Core

Judul

MPR Goes to Campus Kumpulkan Pendapat Ahli dan Masyarakat Terkait GBHN

Perihal

MPR Goes to Campus Kumpulkan Pendapat Ahli dan Masyarakat Terkait GBHN
"Garis-Garis Besar Haluan Negara"

Deskripsi

Dalam rangka mendengar pandangan akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum tentang pedoman perencanaan pembangunan, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menyelenggarakan kegiatan Diskusi Kebangsaan “MPR Goes to Campus” dengan tema “Garis-Garis Besar Haluan Negara” di Grha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Jumat (27/05).

Suasana Diskusi Kebangsaan "MPR Goes to Campus" dengan tema "Garis-Garis Besar Haluan Negara" di Grha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Jumat (27/05). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Suasana Diskusi Kebangsaan “MPR Goes to Campus” dengan tema “Garis-Garis Besar Haluan Negara” di Grha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Jumat (27/05). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Hadir sebagai narasumber diskusi ini adalah akademisi Unpad, Prof. Dr. Dede Mariana, MSi., Dra. Mudiyati Rahmatunnisa, MA., PhD., dan Dr. Indra Perwira, SH., MH., serta anggota MPR RI, Tb. Hasanuddin dari Fraksi PDI Perjuangan, Ruhut Poltak Sitompul dari Fraksi Partai Demokrat, dan Ahmad Zacky Siradj dari Fraksi Partai Golkar. Hadir pula Kepala Biro Pengkajian Sekretariat Jenderal MPR RI, Drs. Yana Indrawan, MSi.

GBHN merupakan pedoman penyelenggaraan negara pada masa Orde Baru yang ditetapkan oleh MPR dengan jangka waktu 5 tahun. Setelah Amandemen UUD 1945m terjadi perubahan peran MPR dan Presiden sehingga GBHN tidak berlaku lagi. Kemudian, terbit UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang memuat tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan jangka waktu 20 tahun dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan jangka waktu 5 tahun.

Menurut Mudiyati, PhD., dokumen perencanaan pembangunan yang pernah ada di Indonesia bukan hanya GBHN. Dahulu pada jaman Soekarno ada perencanaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana, di era Soeharto ada GBHN, lalu ada Program Pembangunan Nasional (Propenas) pada tahun 2000-2004, dan sekarang RPJP Nasional.

“Dokumen perencanaan pembangunan ini sangat strategis, terlepas dari apapun namanya. Dokumen ini akan menjadi induk dari amanat konstitusi, dan yang ada di bawahnya harus menginduk ke sana. Masalahnya, jika ada dokumen yang terpusat, otonomi daerah menjadi absurd. Tetapi jika tidak tersinergi juga jadi tidak terarah,” ujar Mudiyati, PhD.

Sementara Prof. Dede Mariana mengatakan, tataran birokrasi sebenarnya senantiasa memikirkan dan membuat perencanaan pembangunan. Namun jika perencanaan itu tidak sampai menjadi sebuah kebijakan oleh para politisi yang berkuasa, nasibnya menjadi tidak jelas.



humas unpad 2016_05_27 EOS 7D 14_35_230342humas unpad 2016_05_27 EOS 7D 14_37_020357Sedangkan Dr. Indra Perwira menegaskan, isu pentingnya bukan apakah GBHN perlu lahir kembali atau tidak, melainkan bagaimana kita menjaga konsistensi perencanaan pembangunan yang sudah ditetapkan.

“Kita ini negara pengurus, memberikan tanggung jawab kepada negara untuk memberikan pelayanan publik yang membangun kesejahteraan umum. Untuk itu negara membutuhkan pedoman, arahan dalam rangka membangun kesejahteraan. Pertama, arahan investasi, dahulu namanya GBHN. Lalu ada arahan lokasi atau Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,” jelas Dr. Indra.

Para anggota MPR RI yang hadir mengaku berterima kasih atas saran dan pendapat dari para akademisi. Selain dari Unpad, mereka telah berkeliling ke berbagai kampus di Indonesia untuk memperoleh masukan terkait GBHN ini. Baik Ruhut Sitompul, Achmad Zacky Siradj, dan Tb. Hasanuddin merasa semakin yakin bahwa haluan atau pedoman itu memiliki peran strategis, dan kita harus menjaga konsistensinya agar tidak terhenti hanya karena pergantian rezim.

“Sekarang ini, kita blank dengan rencana pembangunan nasional. Setiap presiden hanya mengacu pada janji kepada rakyat, janji kepada konstituen pada saat nyapres. Itu yang ditagih, yang kadangkala juga tidak nyambung dengan rencana pembangunan yang ada. Sekarang orang kaget ketika ada kereta api cepat, ada poros maritim. Lalu kalo poros maritim dipandang bagus, apa presiden berikutnya akan melanjutkan? Jika tidak, terjadi ketidakberlanjutan,” ujar Tb. Hasanuddin yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat. *

Pembuat

Erman

Sumber

http://www.unpad.ac.id/2016/05/mpr-goes-to-campus-kumpulkan-pendapat-ahli-dan-masyarakat-terkait-gbhn/

Penerbit

Universitas Padjajaran

Tanggal

27 Mei 2016

Format

Application/pdf

Bahasa

Indonesia

Item Relations

This item has no relations.

Collection

Citation

Erman, “MPR Goes to Campus Kumpulkan Pendapat Ahli dan Masyarakat Terkait GBHN,” Digital Share Center, accessed 29 Maret 2024, http://journals.unpad.ac.id/document/1235.