Industri di Indonesia Cenderung Berorientasi Dagang, Bukan Riset dan Produksi Mandiri

Dublin Core

Judul

Industri di Indonesia Cenderung Berorientasi Dagang, Bukan Riset dan Produksi Mandiri

Deskripsi

Rektor Institut Teknologi Bandung, Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA., mengatakan, industri di Indonesia lebih banyak berorientasi pada dagang. Artinya, belum banyak industri yang melakukan research & development hingga proses pembuatan secara mandiri. Penyebabnya adalah banyak sekali industri di Indonesia yang ketergantungan terhadap investasi asing.

Rektor ITB, Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA., saat menjadi narasumber di kuliah umum “Asian Community Lectures” di Bale Sawala Unpad Jatinangor, Jumat (11/03). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Rektor ITB, Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA., saat menjadi narasumber di kuliah umum “Asian Community Lectures” di Bale Sawala Unpad Jatinangor, Jumat (11/03). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
“Industri lebih banyak beli komponen dari luar, lalu dirakit, dan dijual di dalam negeri,” ujar Prof. Kadarsah saat mengisi kuliah umum “Asian Community Lectures”, Jumat (11/03) siang di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Kampus Jatinangor. Kuliah umum yang diselenggarakan atas kerja sama Unpad dengan One Asia Foundation, Tokyo, ini diikuti oleh mahasiswa Unpad.

Prof. Kadarsah menilai industri lokal yang berproduksi sendiri akan sulit bersaing dengan industri perakitan tersebut. Menurutnya, foreign investment untuk industri manufaktur di Indonesia cukup tinggi. Banyak perusahaan asing yang berinvestasi di dalam negeri dengan kapasitas ekosistem industri yang sudah lengkap.

“Begitu kita punya perusahaan pesaing yang mandiri, itu akan dimakan oleh perusahaan besar karena mereka sudah banyak memiliki jaringan, sedangkan kita jaringannya cuma kecil sekali,” papar guru besar bidang Teknik Industri tersebut.

Adanya persaingan global antar negara ASEAN maupun regional lainnya menuntut industri di Indonesia untuk mampu bersaing. Menurut Prof. Kadarsah, pada tingkat ASEAN, Indonesia hanya mampu menduduki peringkat kedua untuk kategori kualitas industri food and beverages. Sementara, pada tingkat industri manufaktur, posisi Indonesia selalu di bawah Thailand dan Vietnam. “Kita selalu kalah di kualitas,” ujar Prof. Kadarsah.

Untuk itu, pembangunan eksositem industri yang kuat harus dapat dilakukan oleh Indonesia, di samping penguatan inovasi, sumber daya manusia, dan teknologi. Selain itu, industri manufaktur harus disesuaikan dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.

“Kita potensi alamnya banyak tapi lebih banyak dikelola oleh asing. Itu masalah yang harus kita hadapi,” kata Prof. Kadarsah.

Sektor manufaktur menjadi industri yang terus berkembang di Asia. Industri ini menurutnya mampu memberikan multiplier effect sebesar 10 kali lipat. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan di Amerika Serikat, satu lapangan kerja di industri otomotif akan berhubungan dengan 10 lapangan kerja pendukung, dari mulai supplier, distributor, hingga industri makanan dan minuman.

Lebih lanjut Prof. Kadarsah mengatakan, potensi industri manufaktur di Asia mencakup energi dan lingkungan, transportasi dan infrastruktur, pangan dan kesehatan, serta teknologi informasi dan industri kreatif.

Memiliki Sistem Demokrasi yang Beragam
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar FISIP Unpad, Prof. Dr. Dede Mariana, M.Si., memberikan kuliah umum mengenai Budaya Politik di Asia. Menurutnya, sistem demokrasi di negara Asia terbilang beragam.

“Pada umumnya, negara di Asia ini menerima demokrasi, tetapi masih terganjal dengan nilai-nilai tradisional yang ada,” kata Prof. Dede

Sebagian besar nilai-nilai budaya politik di Asia lebih menonjolkan personal. Guru besar bidang Ilmu Pemerintahan ini menjelaskan, berbagai nilai tradisional di Asia sebagian besar masih bersifat patriarki, otoritas, dan nepotisme.

“Nilai budaya politik di Asia pada umumnya masih bergeser pada sifat paroki (bagaimana kata pemimpin), serta subjek (adanya kesadaran yang muncul tetapi hanya untuk kepentingan sendiri),” ujar Prof. Dede.

Nilai budaya politik yang diinginkan menurut Prof. Dede ialah nilai partisipan. Pada nilai ini, politik bersifat otonom, atau ditandai dengan kesadaran partisipasi politik yang tinggi. “Ini berkaitan dengan bagaimana publik bisa nggak ikut serta dalam mengambil kebijakan itu,” kata Prof. Dede.*

Pembuat

Arief Maulana / eh

Sumber

https://www.unpad.ac.id/2016/03/industri-di-indonesia-cenderung-berorientasi-dagang-bukan-riset-dan-produksi-mandiri/

Penerbit

UNPAD

Tanggal

14 Maret 2016

Format

Aplication/pdf

Bahasa

Bahasa Indinesia

Item Relations

This item has no relations.

Collection

Citation

Arief Maulana / eh, “Industri di Indonesia Cenderung Berorientasi Dagang, Bukan Riset dan Produksi Mandiri,” Digital Share Center, accessed 5 Mei 2024, http://journals.unpad.ac.id/document/1999.