Sukur Nababan, “BUMN Merupakan Alat Negara, Bukan Privatisasi”

Dublin Core

Judul

Sukur Nababan, “BUMN Merupakan Alat Negara, Bukan Privatisasi”

Deskripsi

Dugaan korupsi yang dialamatkan pada PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II salah satunya didasarkan pada adanya pelanggaran pengelolaan. Pelindo II yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dianggap melanggar pengelolaan BUMN berdasarkan Undang-undang.
Hal tersebut dikatakan anggota Pansus Pelindo II, Sukur H. Nababan, saat menjadi pembicara pada diskusi publik “Pelindo II dan Nasionalisme Kita” di Cafe Centropunto, Bandung, Sabtu (21/11). Diskusi yang digelar oleh Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) FISIP Unpad ini juga menghadirkan pembicara Yayat Sakyati, PhD., dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad, dan Dr. Leo Agustinus dosen Untirta.

Menurut Sukur, jika kembali pada konteks dasarnya, BUMN merupakan alat negara bukan privatisasi komisaris. Komisaris dan direksi ditempatkan sebagai alat negara. Namun, yang terjadi pada Pelindo II saat ini menurutnya sudah menjadi perusahaan privat, dimana pengelolaannya dilakukan berdasarkan anggaran dasar BUMN.

“Maka, segala hal yang dilakukan mereka itu merupakan aksi korporat. Konsekuensinya, jika terjadi korupsi tidak ada urusan dengan mereka jika tidak diadukan,” kata Anggota Komisi V DPR RI tersebut.

Padahal jika mengacu pada UU No.19 Tahun 2003, penyelenggaraan BUMN mengacu pada anggaran keuangan negara. Dalam pelaksanaan pengelolaan, organ yang ada dalam BUMN yaitu Dewan Komisaris, Dewan Pengawas, dan Dewan Direksi bertanggung jawab kepada Menteri BUMN secara langsung. BUMN juga harus dikelola secara transparan.

Sukur sendiri membeberkan empat dugaan korupsi di tubuh Pelindo II. Salah satu dugaan tersebut terkait permasalahan pelanggaran Undang-undang dalam hal perpanjangan kontrak Pelindo II dengan Hutchinson Port Holding. Perpanjangan kontrak tersebut terkait konsesi pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT), salah satu anak perusahaan Pelindo II.

Hal tersebut juga disinggung oleh Yayat. Ia menduga JICT ini merupakan langkah Pelindo II sebagai BUMN yang harus menyediakan public goods.

“Pelindo yang dikatakan sebagai penyedia public goods dari sisi perdagangan domestik dan internasional kemudian memiliki hak untuk membuka JICT,” kata Yayat.

Lebih lanjut Yayat mengemukakan, secara teori BUMN tidak harus bersifat profitable. Apabila penyediaan public goods sendiri telah menjadi profitable, maka pengelolaannya harus diserahkan kepada perusahaan yang lebih efisien.

“Yang dibutuhkan Pelindo adalah penyediaan barang-barang publik yang minimal kepemilikannya dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah. Kalau misalnya itu public goods, negara berhak ikut campur tangan dan rakyat bisa meminta pertanggungjawaban dari Pelindo II,” papar Yayat.

Terkait perpanjangan kontrak dengan Hutchinson Port Holding, Yayat mengungkapkan seharusnya JICT ini bisa dikelola baik oleh pemerintah. “Kalau masalahnya pengelolaan international trade activity, saya kira kita bisa mengelola sendiri. Kita tinggal mengacu saja pada standar internasional,” kata Yayat.*

Pembuat

Arief Maulana

Sumber

http://www.unpad.ac.id/2015/11/sukur-nababan-bumn-merupakan-alat-negara-bukan-privatisasi/

Penerbit

Universitas Padjajaran

Tanggal

23 November 2015

Format

application/pdf

Bahasa

Indonesia

Item Relations

This item has no relations.

Document Viewer

Files

Sukur Nababan, “BUMN Merupakan Alat Negara, Bukan Privatisasi” - Universitas Padjadjaran.pdf

Collection

Citation

Arief Maulana, “Sukur Nababan, “BUMN Merupakan Alat Negara, Bukan Privatisasi”,” Digital Share Center, accessed 5 Mei 2024, http://journals.unpad.ac.id/document/2011.