NADOMAN SEBAGAI RUANG NEGOSIASI DALAM PERTEMUAN ISLAM DAN BUDAYA SUNDA

Neneng Yanti

Abstrak


Sebagai salah satu bentuk syair yang berkembang di pesantren, khususnya di pesantren Sunda, nadoman memiliki posisi penting dalam transformasi keilmuan keislaman. Pada waktu yang sama, nadoman juga menjadi media yang penting bagi terpeliharanya bahasa Sunda selama berabad-abad lamanya. Penelusuran data dalam tulisan ini dilakukan melalui studi pustaka, observasi, dan wawancara. Melalui pendekatan pascakolonial, tulisan ini menempatkan nadoman sebagai ruang negosiasi dalam bertemunya Islam dan budaya Sunda. Penelusuran secara historis menunjukkan bahwa hubungan historis antara Islam dan budaya Sunda mengalami sejumlah hambatan sejak awal pertemuannya, sebagai akibat dari kebijakan kolonial Belanda. Meskipun demikian, pesantren dapat tetap bertahan, khususnya melalui nadoman sebagai metode keilmuan dalam menyebarkan ajaran agama Islam. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat ditemukan bahwa pada titik tertentu, dialog Islam-Sunda tampak stagnan seperti ada garis demarkasi yang membatasi keduanya. Dalam kondisi demikian, nadoman dapat dipandang sebagai sarana penting dalam mempertemukan dua elemen tersebut, Islam dan Sunda, yang masih berfungsi hingga saat ini. Hal ini di antaranya didukung oleh fakta bahwa lirik dan syair dalam nadoman tidak hanya ditulis oleh kalangan pesantren, tetapi juga kalangan seniman seperti yang dilakukan Hidayat Suryalaga melalui karya besarnya Nurhidayah, Saritilawah Sunda Winangun Pupuh ,dan Nadoman Nurul Hikmah.

 

Kata kunci: nadoman; Islam-Sunda; ruang negosiasi; komunitas pesantren

 

ABSTRACT

 

As one of the forms of poetry that has been developed in Islamic boarding schools, especially in Sundanese Islamic boarding schools, nadoman has an important role in the transformation of Islamic scholarship. At the same time, nadoman has also become an important medium for the preservation of the Sundanese language for centuries. The data collections were carried out through literature study, observation and interviews. By using a post-colonial critical approach, this paper locates nadoman as a negotiating space for the encountering of Islam and Sundanese culture. Historical traces show that the historical relationship between Islam and Sundanese culture experienced some obstacles, as a result of Dutch colonial policies. Despite these barriers, pesantrens were able to exist especially through nadoman, as their scientific method of spreading of religious mission. The research finds that at a certain point, Islam-Sunda dialogue is stagnant, as if there is a demarcation line limiting them. In such condition, nadoman could be seen as important means in encountering the two interests, Islam and Sunda, a function that stil lasts until now. This is contributed by the fact that Nadoman lyrics have been written not only by people from the pesantren community but also by such Sundanese artists as Hidayat Suryalaga with his masterpieces Nurhidayah, Saritilawah Sunda Winangun Pupuh, and Nadoman Nurul Hikmah.

 

Keywords: nadoman, Islam-Sunda, a negotiation space, pesantren commnunity


Teks Lengkap:

PDF

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.


 

Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Universitas Padjadjaran

Graha Soeria Atmadja Unpad

Jl. Dipati Ukur No. 46 Kota Bandung

pdpbs@unpad.ac.id