PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL DAN KEPENTINGAN EKONOMI-POLITIK NEGARA
Abstrak
Modal sosial menunjuk pada struktur masyarakat yang relatif ketat dalam mengatur hubungan antar warga dan memiliki aturan sanksi dan ganjaran yang jelas, sehingga warga masyarakat mempunyai kepastian dalam bertindak satu sama lain. Struktur masyarakat Indonesia nampaknya cukup longgar, kurang memiliki aturan yang relatif pasti. Otoritas pada struktur masyarakat Indonesia lebih didominasi hubungan patronase, senioritas, dan kuasa ekonomi. Otoritas yang demikian tidak bisa memfasilitasi sikap kedisiplinan, rasa tanggung jawab, serta keteraturan. Rasa bersalah dan malu hanya manifes bila diketahui oleh pemegang otoritas (patron). Karena itu, struktur masyarakat yang longgar menunjuk pada lemahnya modal sosial. Institusi negara yang memegang otoritas formal, bukannya mencoba mengubahnya, malah memeliharanya struktur yang longgar ini. Karena dengan cara demikian, aparat negara akan diuntungkan dalam prestise sosial dan posisi ekonomi mereka. Konsekuensinya, karena negara dan masyarakat bersama-sama memelihara kelonggaran struktur ini, ketidaktertiban terus berlangsung. Untuk membangun modal sosial yang kuat, hubungan patronase dan senoritas perlu dikikis dan negara sebagai institusi yang punya otoritas perlu menegakkan aturan. Kelompok-kelompok sipil perannya juga harus lebih meluas, jangan hanya mengawasi kinerja negara, tapi juga mesti mendorong perubahan pada hubungan patronase dan senioritas ini. Kemudian, lembaga-lembaga pendidikan formal perlu mengembangkan proses pembelajaran afektif, tidak melulu menekankan pada proses pembelajaran kognitif.
Social capital refers to a relatively tight community structure in regulating relations between citizens and has clear rules of sanctions and rewards, so that citizens have certainty in acting with one another. The structure of Indonesian society seems to be quite loose, lacking relatively definite rules. Authority in the structure of Indonesian society is more dominated by patronage, seniority, and economic power relations. Such authority cannot facilitate discipline, sense of responsibility, and order. Guilt and shame are only manifests if they are known by the authority (patron). Therefore, a loose structure of society refers to the weakness of social capital. State institutions that hold formal authority, instead of trying to change it, instead maintain this loose structure. Because in this way, the state apparatus will benefit from their social prestige and economic position. Consequently, because the state and society together maintain the relaxation of this structure, disorder continues. To build strong social capital, patronage and majority relations need to be eroded and the state as an institution with authority needs to enforce rules. The role of civil groups must also be more extensive, not only supervising the performance of the state, but must also encourage changes in this patronage and seniority relationship. Then, formal educational institutions need to develop affective learning processes, not merely emphasizing cognitive learning processes
Kata Kunci
Teks Lengkap:
PDFReferensi
Ahamdi, Sembirang. “Perkembangan Ekonomi Komunitas Madura di Sumbawa, NTB: sebuah Analisis Kapital Sosial”, dalam Masyarakat Jurnal Sosiologi, Edisi No. 12, 2003.
Alatas, S.H. Mitos Pribumi Malas; Citra Orang Jawa, Melayu, dan Filipina dalam Kapitalisme Kolonial. Jakarta: LP3ES, 1988.
Arief, Mohamed & Hal Hill. Industrialisasi di ASEAN. Jakarta: LP3ES, 1988.
Boeke, J.H. Prakapitalisme di Asia. Jakarta: SH, 1983.
Boeke, J.H. “Memperkenalkan Teori Ekonomi Ganda”, dalam Sajogjo (Penyunting), Bunga Rampai Perekonomian Desa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1982.
Crouch, Harold. Militer dan Politik di Indonesia. Jakarta: SH, 1986.
Dijk, Kees van. “Ketertiban dan Kekacauan di dalam Kehidupan Indonesia,” dalam Frans Husken & Huub de Jonge (eds.), Orde Zonder Order; Kekerasan dan Dendam di Indonesia 1965-1998. Yogyakarta: LkiS, 2003.
Feith, Herbeth. “Rezim-rezim Developmentalis di Asia; Kekuatan Lama, Kerawanan Baru”. Prisma, 11, XI November, 1980.
Gafar, Afan. Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Geertz, Clifford. Involusi Pertanian; Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1976.
Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya, 1981.
Geertz, Clifford. “Afterword: The Politics of Meaning,” dalam Claire Holt (ed.), Culture and Poltics. Cornell: Cornell University Press, 1974.
Gary Hamilton. 1996. Menguak Jaringan Bisnis Cina di Asia Timur dan Tenggara, Jakarta: Gramedia.
Hansen, Garry E. “Bureaucratic Linkages and Policy-Making in Indonesia: BIMAS Revisited,” dalam Karl D. Jackson and Lucian W. Pye, Political Power and Communication in Indonesia. Berkeley: University of California Press, 1978.
Hart, Giliian. Power, Labor, and Livelihood; Processes of Change in Rural Java. Berkeley: University of California Press, 1986.
Heffner, Robert W. Civil Islam; Islam dan Demokratisasi di Indonesia. Jakrta: ISAI, 2000.
Heffner, Robert W., “Pendahuluan: Masyarakat dan Moralitas dalam Kapitalisme Asia Hefner, Robert W., (ed.), Budaya Pasar; Masyarakat dan Moralitas dalam Kapitalisme Asia Baru. Jakarta: LP3ES, 2000.
Baru,” dalam Robert W. Hefner (ed.), Budaya Pasar; Masyarakat dan Moralitas dalam Kapitalisme Asia Baru. Jakarta: LP3ES, 2000.
Hettne, Bjorn. Teori Pembangunan dan Tiga Dunia. Jakarta: Gramedia, 2001.
Hettne, Bjorn. Ironi Pembangunan di Negara Berkembang. Jakarta: SH, 1985.
Hikam, Muhammad AS. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: LP3ES, 1996.
Kartodirdjo, Sartono. Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta: Pustaka Jaya, 1984.
Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Liddle, William R. Leadership and Culture in Indonesia. Sydney: Allen & Unwin, 1996.
Lubis, Nina. Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942. Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan Sunda, 1998.
Lyon, Margo L. “Dasar-dasar Konflik di Pedesaan Jawa”, dalam Sediono Tjondronegoro & Gunawan Wiradi (Penyunting). Dua Abad Penguasaan Tanah. Jakarta: Gramedia, 1984.
Mackie, Jamie. “Keberhasilan Bisnis di Kalangan Orang Cina di Asia Tenggara”, dalam
Mas’oed, Mochtar. Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966 – 1971. Jakarta: LP3ES, 1989.
Meilink-Roelofsz, M.A.P. 1962. Asian Trade and Eropean Influence in the Indonesian Archipelago between 1500 and about 1630, The Hague, Martinus Nijhoff.
Multatuli. Max Havelaar. Jakarta: 1972.
Nasution, Adnan Buyung. Aspirasi Pemerintahan Konstutusional di Indonesia; Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: Grafiti, 1995.
Nordholt, Henk Schulte. Kriminalitas, Modernitas, dan Identitas dalam Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
O’Donnell, Guillermo. “Berbagai Ketegangan di Negara Otoriter-Birokratik dan Masalah Demokrasi”, dalam Roy C. Macridis & Bernard E. Brown (ed.), Perbandingan Politik. Jakarta: Erlangga, 1992.
Pantoja, Enrique. Exploring the Concept of Social Capital and Its Relevance for Community-Based Development: the Case of Coal Mining Areas in Orissa, India. Social Capital Initiative Working Paper No. 18. Washington D.C.: The World Bank, 1999.
Pyle, Kenneth B. Generasi Baru Zaman Meiji; Pergolakn Mencari Identitas Nasional (1885-1985). Jakarta: Gramedia, 1988.
Reid Anthony. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450 - 1680; Tanah di Bawah Angin. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1992.
Reid, Anthony. Dari Ekspansi Hingga Krisis; Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara 1450 – 1680. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1999.
Riclefs. M.C. Sejarah Modern Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991.
Riggs, Fred W. Administrasi Negara-negara Berkembang; Teori Prismatis. Jakarta: Rajawali Pers, 1985.
Ropke, Jochen. Kebebasan yang Terhambat; Perkembangan Ekonomi dan Prilaku Kegiatan Usaha di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1988.
Schrieke, B.O.J. Indonesian Sociological Studies. The Hague: van Hoeve, 1955.
Scott, James C. Moral Ekonomi Petani; Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 1981.
Scott, James C. Senjata kaum Lemah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999.
Shichihei, Yamamoto. “Logika Kapitalisme Para Samurai & Peran Samurai dalam Proses Pertumbuhan Kewirausahaan Jepang,” dalam B.N. Marbun (Penyunting), Asal-usul Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Manajemen & Kewirausahaan Jepang. Jakarta: ppm, 1985.
Simandjuntak, Marsillam. Pandangan Negara Integralistik (Jakarta: Grafiti Pers, 1994).
Sutherland, Heather. Terbentuknya Sebuah Elite Birokrasi. Jakarta: SH, 1983.
Twang Peck Yang. Elite Bisnis Cina di Indonesia dan Masa Transisi Kemerdekaan 1940-1950. Yogyakarta: Niagara, 2004.
van Leur, J.C. Indonesian Trade and Society. Bandung: Sumur Bandung, 1960.
Van Niel, Robert. Sistem Tanam Paksa di Jawa. Jakarta: LP3ES, 2003.
Weidenbaum, Murray dan Samuel Hughes. The Bamboo Network; Bagaimana Pengusaha Cina Perantauan Mencptakan Adidaya Ekonomi Baru di Asia. Jakarta: Prenhallindo, 1996.
Winarno, Budi. Komparasi Organisasi Pedesaan dalam Pembangunan; Indonesia vis a vis Taiwan, Thailand, dan Filipina. Yogayakarta: Media Pressindo, 2003.
World Bank. The Initiative on Defining, Monitoring, and Measuring Social Capital; Overview and Program Description. Social Capital Initiative Working Paper No. 1. Washington D.C.: The World Bank, 1998.
DOI: https://doi.org/10.24198/responsive.v7i4.61491
Refbacks
- Saat ini tidak ada refbacks.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.