PENGGUNAAN NAMA KOTA SEBAGAI NAMA DOMAIN DI INDONESIA

Muhamad Amirulloh

Abstract


Penggunaan nama kota sebagai nama domain oleh pihak lain tanpa ijin semakin banyak terjadi. UDRP mensyaratkan adanya persamaan atau kemiripan dengan merek apabila nama domain dikategorikan sebagai cybersquatting. UU Merek Amerika dan Inggris menerima perlindungan nama kota sebagai merek yang tidak terdaftar apabila nama kota tersebut memiliki “secondary meaning”. UU ITE dalam Pasal 23 ayat (2) telah memberikan hak kepada pemerintah kota untuk memperoleh nama domain serta hak untuk menuntut ganti rugi berdasarkan Pasal 38. Pengaturan dalam Pasal 6 ayat (3) UU Merek belum harmonis dengan UU ITE.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan nama pemerintah kota sebagai nama domain tanpa ijin merupakan pelanggaran terhadap Pasal 23 ayat (2) UU ITE dan Pasal 6 ayat (3) huruf b dan c UU Merek yang ditafsirkan. Hakim sebagai penegak hukum di pengadilan harus menerima dan mengadili perkara cybersquatting terhadap nama kota di Indonesia berdasarkan ketentuan UU ITE dan melakukan penafsiran terhadap ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf b dan huruf c UU Merek.

 

 

 


Keywords


Harmonisasi, nama kota, nama domain, cybersquatting, penafsiran hukum



DOI: https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v19i1.11415

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2017 Sosiohumaniora

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

 Sosiohumaniora Indexed By:

 

width= width= width= width=120 width= width=  width=  width= width= width= width= width=  width= width=120 

Lisensi Creative Commons Creation is distributed below Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

  

Visitor Statistics


Published By:

Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Padjadjaran

Dean's Building 2nd Floor, Jalan Ir. Soekarno Km. 21 Jatinangor, Sumedang 45363

Email: jurnal.sosiohumaniorafisip@gmail.com