SUNDALANA adalah jurnal yang lahir atas inisiatif mendiang Ajip Rosidi dan kawan-kawan di lingkungan kerja Pusat Studi Sunda, yayasan kecil di Bandung yang didirikan sebagai pelaksanaan amanat Konferensi Internasional Budaya Sunda ke-1 yang berlangsung pada 2001. Dalam pertimbangan para pengurus PSS waktu itu perlu ada media tersendiri untuk mewadahi hasil kegiatan meneliti dan memikirkan berbagai segi kebudayaan Sunda.
Sundalana akan merupakan serial penerbitan ilmiah mengenai kebudayaan Sunda yang tidak terikat oleh titimangsa terbit—karena itu bukan merupakan majalah atau jurnal—namun akan diusahakan supaya paling tidak terbit dua judul setahun. Jalan ini kami tempuh karena kami hendak bertindak realistis. Pertama, tidaklah mudah mencari karangan ilmiah yang bermutu tentang budaya Sunda— walaupun termasuk budaya Cirebon dan Betawi. Kedua, minat masyarakat akan majalah atau jurnal seperti itu—baik di kalangan orang dan sarjana Sunda maupun di luarnya, termasuk lembaga- lembaga Indonesianis di luar negeri—akan sangat amat terbatas sekali, sehingga penjualannya akan sangat lambat. Dengan tidak mengikat diri kepada titimangsa, maka penerbitan ini akan dapat dikonsumsi sepanjang masa. Dan karena sifatnya, memang isi serial Sundalana tidak akan cepat menjadi basi.
Dalam beberapa tahun terakhir, oleh karena satu dan lain hal, publikasi Sundalana tidak begitu lancar. Target terbit dua kali setahun tidak terpenuhi. PSS sendiri beberapa kali mengalami pergantian pengurus. Sepeninggal Edi, PSS diketuai oleh ahli linguistik Prof. A. Chaedar Alwasilah. Sepeninggal Chaedar, peran ketua PSS dipegang oleh pakar hukum udara Prof. E. Saefullah Wiradipradja. Dari Saefullah, yang mengundurkan diri terutama karena pertimbangan kesehatan, peran ketua PSS beralih kepada Dr. Burhanudin Abdullah. Pada 2020 PSS harus menyaksikan kepergian salah seorang perintisnya yang utama: Ajip Rosidi.
Sepeninggal Ajip, di lingkungan kerja PSS ada ikhtiar untuk melanjutkan kegiatan, terutama dalam layanan perpustakaan dan publikasi jurnal. Khusus menyangkut kegiatan yang disebutkan belakangan, PSS mendapat kesempatan untuk bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran yang belakangan mendirikan Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda dengan diketuai oleh Prof. Ganjar Kurnia, mantan rektor Unpad yang bukan nama asing bagi PSS. Kebetulan, PDPBS Unpad berencana menerbitkan jurnal kebudayaan Sunda. Sehubungan dengan rencana tersebut, Ganjar dan kawan-kawan mengambil sebuah keputusan bijak: lebih baik melanjutkan jurnal yang sudah ada, yakni Sundalana, daripada harus memulai sebuah jurnal baru.